APAKAH BOHONG DEMI KEBAIKAN ITU BOLEH DILAKUKAN – Walau pada dasarnya, berbohong hukumnya haram, tetapi dalam keadaan tertentu, Islam memberikan kelonggaran. Namun, ia bukan dalam konteks yang terlalu ketat. Rasulullah SAW menyatakan, seseorang yang berbohong dengan niat ingin mendamaikan orang lain atau untuk tujuan kebaikan dalam masyarakat, dia tidak dianggap berbohong, jadi hukumnya boleh, bahkan bisa hukmunya jadi wajib berbohong bila tujuannya untuk menyelamatkan jiwa seseorang.
Rasulullah SAW memberikan pengecualian terhadap tiga kebohongan yang boleh dilakukan oleh seorang muslim.
Rasulullah SAW bersabda:
“Bohong itu tidak halal kecuali dalam tiga hal (yaitu) suami pada istrinya agar mendapat ridho istrinya, bohong dalam perang, dan bohong untuk mendamaikan diantara manusia”.
Dari Ummu Kultsum RA ia berkata: “Saya tidak pernah mendengar Rasulullah SAW memberi kelonggaran berdusta kecuali dalam tiga hal:
[1] Orang yang berbicara dengan masud hendak mendamaikan,
[2] orang yang berbicara bohong dalam peperangan dan
[3] suami yang berbicara dengan istrinya serta istri yang berbicara dengan suaminya (mengharapkan kebaikan dan keselamatan atau keharmonisan rumah tangga)”. (Hadis Riwayat Muslim).
Tidak mungkin dapat diterima jika orang yang hendak mendamaikan pihak-pihak yang berselisih menyampaikan apa yang bisa menyinggung satu pihak kepada pihak lain. Itu pasti akan lebih mengobarkan api yang sedang menyala.
Ia harus berusaha meredakan suasana, jika perlu ia boleh menambah-nambah dengan berbagai perkataan yang manis dan tidak menyebut cercaan atau umpatan pihak yang satu terhadap pihak yang lain.
Dalam suasana perang pun tidak masuk akal jika orang memberi informasi kepada musuh, membuka rahasia pasukannya sendiri, atau memberitahu musuh tentang informasi-informasi yang mereka butuhkan.
Demikian pula, tidak bijaksana jika seorang istri berkata terus terang kepada suaminya tentang perasaan kasih sayangnya terhadap lelaki lain sebelum pernikahannya dengan suami sekarang padahal perasaan itu sendiri sudah hilang ditelan waktu. Atau pun suami mengkritik secara terbuka makanan yang dengan susah payah dimasakan oleh istrinya bahwa ini tidak enak, kurang sedap, atau terlalu asin misalnya.
Akan lebih bijaksana jika suami mengatakan makanan ini sangat lezat (meskipun pada kenyataannya memang enak) hanya saja mungkin perlu tambahan ini dan itu.
Baik saudaraku yang dirahmati oleh Allah SWT..
Saya rasa cukup sekian pembahasan kali ini, semoga apa yang saya sampaikan ini bisa menambah wawasan dan bermanfaat untuk Anda semua.